Yoga & pertumbuhan spiritual
Di tulisan sebelumnya, saya menuliskan ada tiga kategori besar manfaat dari yoga, yaitu:
- Untuk meningkatkan kualitas hidup
- Untuk pertumbuhan spiritual
- Untuk membantu proses penyembuhan atau terapi
Bagaimana yoga, yang identik dengan menekuk-nekuk tubuh, bisa membantu pertumbuhan spiritual?
Ilmu pengetahuan modern sering memilah dan mengkategorikan segala sesuatu. Termasuk diri kita, manusia. Dibagi menjadi fisik, dan psikis. Contohnya, ketika kita sakit tubuh, maka kita akan pergi ke dokter umum. Ketika sakit jiwa, kita pergi ke psikiater. Tentu pembagian dan pengkategorian ini ada gunanya, agar seseorang bisa benar-benar bisa mendalami dan menjadi ahli dalam bidangnya, akan tetapi sering terjadi ‘mentalitas silo’ – kurangnya integrasi antar bagian.
Yoga melihat manusia sebagai satu kesatuan utuh. Apa yang terjadi di tubuh fisik, akan mempengaruhi psikis, dan sebaliknya. Selain aspek fisik dan psikis, yoga juga mengenali aspek energi. Bukan hanya energi dalam arti berapa energi yang dihabiskan ketika berlari – atau berapa energi yang terkandung dalam sebuah makanan, melainkan life force energy, energi kehidupan. Energi kehidupan inilah yang menyatukan dan membuat semua aspek-aspek berfungsi dengan baik. Dalam yoga, energi kehidupan disebut sebagai prāna.
Yoga mempercayai jika prāna mengalir dengan lancar, maka diri manusia akan berfungsi dengan makin optimal. Ketika tubuh fisik dan psikis berfungsi dengan optimal dan harmonis, maka inner light bisa memancarkan sinarnya dengan terang.
Cara, metode, usaha, perjalanan, untuk kembali menyadari inner light ini adalah pertumbuhan spiritual. Dan semua laku yang ada dalam yoga berkaitan langsung dengan prāna, yang selanjutnya membantu kesadaran akan inner light.
Āsana, pose tubuh, adalah salah satu saja dari laku yoga. Ada banyak laku dan praktik lainnya, seperti prānāyāma (menggunakan nafas untuk mempengaruhi prāna), pratyahāra (penguasaan indera), dhyāna dhārana samādhi (meditasi). Guru besar Patañjali, ketika menjelaskan delapan tangga yoga dalam Yoga Sūtra, meletakkan yama & niyama sebelum āsana. Yama & niyama adalah personal & social conduct, perilaku pribadi dan sosial.
Sangat disayangkan sekarang ini yoga sering dianggap hanya sebagai kegiatan fisik saja. Bahkan, ada beberapa agama yang melarang umatnya untuk melakukan yoga, karena dianggap melenceng dari ajaran agamanya.
Dalam Yoga Sūtra, guru besar Patañjali menyebutkan mengenai īśvara praṇidhānā berkali-kali. Sebagai perbandingan, āsana hanya disebutkan sekitar tiga kali saja. Īśvara adalah konsep divinity, something bigger than us. Praṇidhānā sering diartikan sebagai surrender, beserah, devosi. Salah satu guru saya mengatakan – praṇidhānā adalah intimate relationship – hubungan yang erat. Īśvara praṇidhānā = intimate relationship with divinity.
Siapa divinity-nya? That is up to us to decide.